Tujuan dari situs ini adalah untuk menyediakan manuskrip dan video khotbah gratis kepada para pendeta dan misionaris di seluruh dunia, terutama Dunia Ketiga, di mana hanya ada sedikit sekolah seminari teologi atau sekolah Alkitab.
Naskah-naskah khotbah dan video ini diakses oleh sekitar 1,500,000 komputer di lebih dari 221 negara setiap tahunnya di www.sermonsfortheworld.com. Ratusan orang lainnya menyaksikan video di YouTube, tetapi mereka akan segera meninggalkan YouTube dan mengunjungi langsung ke website kami. Naskah-naskah khotbah ini disajikan dalam 46 bahasa kepada sekitar 120,000 komputer setiap bulannya. Naskah-naskah khotbah tidak dilindungi hak cipta. Jadi para pengkhotbah boleh menggunakannya tanpa seijin kami. Silahkan klik di sini untuk mengetahui bagaimana Anda dapat memberikan donasi setiap bulan untuk membantu kami dalam pekerjaan besar pemberitaan Injil ke seluruh dunia ini.
Kapanpun Anda menulis pesan untuk Dr. Hymers, selalu sebutkan kepada beliau negara di mana Anda tinggal. Surel Dr. Hymers adalah rlhymersjr@sbcglobal.net.
.
CHINA – SEDANG MENJADI TONTONAN DUNIA! (CHINA – THE WORLD IS WATCHING! ) Oleh Dr. R. L. Hymers, Jr. Khotbah ini dikhotbahkan di Kebaktian Malam, 10 Agustus 2008 “Pertama-tama aku mengucap syukur kepada Allahku oleh Yesus Kristus atas kamu sekalian, sebab telah tersiar kabar tentang imanmu di seluruh dunia” (Roma 1:8). |
The Applied New Testament Commentary mengomentari ayat ini demikian,
Pada masa Paulus, Roma adalah kota yang paling penting di dunia Barat. Itu adalah ibu kota dari Kekaisaran Romawi. Oleh sebab itu, orang-orang dari seluruh dunia secara terus menerus berdatangan ke Roma untuk berbagai tujuan. Karena itu, banyak berita berhubungan dengan orang-orang Kristen di Roma dengan sendirinya akan tersebar luas. Oleh sebab itu apa yang Paulus katakan ini benar bahwa [“telah tersiar kabar tentang iman mereka di seluruh dunia”]… sesungguhnya, jumlah orang Kristen sedang bertumbuh dengan begitu cepat sehingga, sebagai reaksinya, orang-orang Roma mulai melakukan penganiayaan terhadap mereka dengan kekejaman yang terus meningkat…
Oleh sebab itu Paulus mengucap syukur karena orang-orang percaya di Roma tetap berdiri teguh dalam iman mereka di tengah penganiayaan yang sangat mengerikan itu…
Dalam waktu singkat pada saat kematian Paulus, hukum baru mulai dijalankan untuk menuntut semua orang di seluruh Kekaisaran [Romawi] untuk menyembah Kaisar sebagai dewa. Ketika orang-orang Kristen menolaknya, mereka dilemparkan ke dalam penjara dan bahkan dihukum mati. Masih berdiri hingga kini sebuah stadion besar [Colosseum] di sana, sebagai hiburan, Kaisar dan orang-orang Romawi lainnya dulu datang ke sana untuk menonton orang-orang Kristen yang lemparkan ke tengah stadion untuk dimakan oleh singa-singa liar (The Applied New Testament Commentary, Kingsway Publications, 1997 edition, p. 547; note on Romans 1:8).
Ada paralel yang kuat antara kota Roma kuno dengan kota Beijing modern. Dan ada banyak kemiripan antara orang-orang Kristen di zaman Romawi kuno dengan orang-orang Kristen di Beijing hari ini. Dasar-dasar Kekristenan di Roma dan Beijing keduanya diletakkan oleh kemartiran orang-orang Kristen. Romawi menganiaya orang-orang Kristen mula-mula di kota mereka dengan sangat kejam. Hal ini juga yang terjadi di China modern, dan ibu kotanya, Beijing.
Pastor Richard Wurmbrand, pendiri dari “The Voice of the Martyrs,” dalam salah satu bukunya, memberikan beberapa catatan tentang penganiayaan ekstrim terhadap orang-orang Kristen di China.
Pdt. Fang Cheng [telah berada] di penjara. Ia telah disiksa, namun tidak mengkhianati saudara-saudaranya [dengan memberikan daftar nama mereka kepada orang-orang Komunis].
Suatu hari ia dibawa… menghadap petugas penyidik [Komunis]. Ia melihat di sudut ruangan tumpukan kain kotor, dan mendengar suara rantai gemerincing… Itu adalah ibunya. Tetapi ia tidak memiliki rambut putih sebelumnya. Namun sekarang iya. Warna mukanya seperti debu. Anda dapat melihat bahwa ia, juga, telah melewati penderitaan yang teramat berat [di tangan para Komunis itu].
Komunis itu bertanya kepada Cheng, “Saya telah mendengar bahwa kalian orang-orang Kristen memiliki sepuluh hukum yang diduga diberikan oleh Allah, yang mana kalian harus berusaha mentaatinya. Saya tertarik untuk mengetahuinya. Maukah kamu menjelaskan tentang hukum-hukum itu?”
Cheng…[mulai] menyebut satu per satu dari sepuluh hukum itu sampai ia tiba pada “Hormatilah ayahmu dan ibumu.” Di sini ia diminta berhenti. Komunis itu [berkata] kepada dia, “Cheng, saya mau memberikan kesempatan kepada kamu untuk menghormati ibumu. Di sini ia sedang menderita, dalam keadaan dirantai. Katakan kepada kami apa yang kamu tahu tentang saudara-saudara [Kristen] kamu dan ibumu akan bebas. Kamu akan dapat menunjukkan kepedulian dan penghormatanmu kepadanya. Biarkan saya melihat bahwa kamu sungguh-sungguh percaya kepada Allah dan mau mentaati hukum-hukum-Nya.”
Itu bukanlah keputusan yang mudah yang harus dibuat oleh anak muda China ini. Haruskah ia menyelamatkan ibunya, namun mengkhianati sahabat-sahabat Kristennya dengan menyebutkan nama-nama mereka? Atau akankah ia melindungi orang-orang Kristen itu dan membiarkan ibunya terus menderita dalam keadaan dirantai itu?
Cheng [memandang] ibunya – “Mama, apa yang harus saya lakukan?” Ibunya [menjawab], “Aku telah mengajar kamu dari kecil untuk mengasihi Kristus dan jemaat-Nya. Jangan pikirkan penderitaanku. Tetaplah tinggal teguh dalam kesetiaan kepada Juruselamat dan [para pengikut]-Nya. Jika kamu mengkhianati [mereka], kamu bukan lagi anakku.”
Itu adalah saat terakhir kalinya Cheng melihat ibunya. Kemungkinan ibu itu mati dibawah penyiksaan.
Apa ini? Itu adalah suatu pemandangan dari [gereja-gereja] Bawah tanah di China (Richard Wurmbrand, If That Were Christ, Would You Give Him Your Blanket?, 1970, Diane Books, hal. 8-9).
Lagi,, Pastor Wurmbrand menulis,
Di China… satu juta orang Katolik, seperti telah dilaporkan telah dibunuh… [dan] jumlah yang sama dari orang-orang Protestan. Penjara penuh. Orang-orang Kristen di sana menjalankan agama mereka… di bawah tanah, di bawah penganiayaan yang sangat mengerikan dan hukuman mati (Wurmbrand, ibid., hal. 29).
Lagi, Pastor Wurmbrand berkata,
Gereja di [Komunis China] sedang dianiaya. Mereka memerlukan pertolongan kita. Oleh sebab itu tindakan kemartiran mereka harus diketahui. Bahkan di seminari-seminari [Barat] Anda diajar tentang berbagai macam gereja, namun [tidak] tentang gereja bawah tanah ini, gereja yang ada di sepertiga bagian dunia ini. Ini… harus [dihentikan]. Eksistensinya, penderitaannya, kemenangannya harus di kumandangkan (Wurmbrand, ibid., hal. 33).
Kemudian Pastor Wurmbrand menjelaskan tentang apa yang terjadi pada masa “Revolusi Budaya” (1966-1969) di bawah diktator Komunis China Mao Tse Tung.
Saksi mata yang melarikan diri ke Hong Kong [melaporkan] tentang seorang gadis Kristen yang mati dirajam batu di camp kerja paksa Komunis. Tangan dan kakinya diikat, dan dipaksa berlutut di tengah-tengah lingkaran orang-orang yang melemparinya dengan batu. Orang-orang yang menolak untuk melemparinya ditembak. Saksi mata ini berkata bahwa ia mati dengan wajahnya yang tenang, seperti Stefanus. Paling tidak orang-orang yang melihatnya dipimpin ke dalam Kristus melalui gadis yang telah memeteraikan kesaksiannya dengan darahnya.
Lima mahasiswa yang dikirim ke lubang yang digali amat dalam yang disiapkan untuk mereka, menyanyikan lagu-lagu pujian Kristen seperti mereka terkubur hidup-hidup… Seorang pendeta dari distrik Swatow diseret di sepanjang jalan dengan mengenakan topi orang dungu di kepalanya. Sebuah topi yang penuh tulisan-tulisan buruk. Pendeta-pendeta yang setia akan dibawa, dengan kepala yang telah dipetak-petaki, dalam suatu prosesi pencemoohan, diekspos untuk dicaci maki… orang-orang Kristen itu harus berlutut di jalan-jalan. Mereka diludahi. Dan beberapa, rambut mereka dipotong petak-petak tidak karuan, dan meninggalkan mereka diperempatan jalan sebagai tanda bahwa mereka adalah orang-orang Kristen….
Dalam satu siksaan yang disebut “the small criticism” (“hukuman kecil”), orang itu diarak melalui jalan dengan kepala mengenakan topi seperti orang dungu, dengan tulisan-tulisan hujatan untuk dia. Ini terus berlangsung selama tiga hari berturut-turut. Setelah pawai itu, ia diharuskan melakukan pekerjaan yang paling kotor dan paling berat. Ia menperoleh makan hanya sekali sehari, namun sebelum menerima makanan itu ia harus membungkuk sembilan puluh kali ke tanah, di hadapan potret Mao.
Jika perlakukan ini tidak membuatnya jera, akan diberikan “big criticism” (“hukuman besar”). Dengan tangan terikat ke belakang, ia harus menghadiri pertemuan setiap hari selama dua bulan. Pada pertemuan-pertemuan ini dosanya karena tidak percaya kepada Mao akan diumumkan. Ia dipukul dan diludahi tanpa ampun. Setelah setiap pertemuan itu, lagi [disyaratkan] membungkuk sembilan puluh kali di depan gambar Mao.
Siksaan ketiga disebut “airplane.” Sebuah balok kayu diletakkan di atas bahu orang itu. Kedua tangan diikat ke belakang ke atas balok tersebut tersebut, sampai mereka terkilir. Pada posisi ini, ia harus membungkuk 180 kali di depan [Mao] seorang yang dianggap lebih baik dari semua dewa [menurut Tentara Merah Komunis.]
Pada siksaan yang disebut “Golden Scale,” di bahu orang Kristen yang dianggap bersalah itu ditaruh meja yang berat. Di masing-masing sisi meja itu ditaruh tiga batu bata oleh Tentara Merah. Dengan batu bata di bahunya, ia harus berdiri di depan [potret] Mao selama dua jam. Setiap dua puluh menit, batu bata di tambah di masing-masing sisi meja itu. Pada akhirnya ada delapan belas batu bata yang ditaruh [di atas bahunya itu]. Celakalah dia bila batu bata itu bergeser. Jika ia menekuk lututnya bahkan sedikit saja, seluruh siksaan akan dimulai dari awal lagi.
Siksaan lain adalah menggunduli kepala orang-orang Kristen dan kemudian menaruh abu di atasnya. Sehingga mereka harus berdiri di depan ikon kultus Mao. Mereka tidak diijinkan bergerak.
Orang Kristen itu menanggung seluruh penghinaan, namun menolak untuk membungkuk, lagi dan lagi selalu menjawab, “Saya hanya tahu satu hal: Allah itu ada. Selain dari ini, saya tidak tahu apa-apa.”… Ia lagi dan lagi menjawab, “Lakukan padaku apapun yang kamu suka, namun saya tidak akan mengingkari iman saya.” Jawab Sung-Fu dengan berani. Kita tidak tahu [apa yang kemudian terjadi padanya].
Orang-orang Kristen mempertahankan Kitab Suci dan buku-buku rohani mereka untuk dibakar di depan umum… Memberikan Kitab Suci untuk dibakar sama dengan menyerahkan Kristus untuk dibunuh. Di sana orang-orang Kristen sangat menghormati Firman Allah yang tertulis. Mereka menyembunyikan Alkitab itu… Di Canton, seorang wanita Kristen yang menyembunyikan Alkitabnya di bawah bantal diperlakukan dengan sangat hina oleh Tentara Merah. Ia ditelanjangi, seluruh tubuhnya dicoreng-coreng dengan madu dan disuruh bediri di tengah sengatan terik matahari sampai berjam-jam…
Tentara Merah membakar para laki-laki dengan penyulut api panas. Di sana pernah terjadi kasus penyaliban. Namun… kadang-kadang para Komunis itu lebih suka memasukkan mereka ke penjara dari pada terus menyiksa orang-orang Kristen itu. Salah satu dari mereka berbisik-bisik katanya, “Jika kita memotong lidah mereka dan melarang mereka berkhotbah, mereka mengasihi dengan tangan mereka, dengan kaki dan mata mereka, mereka selalu mengasihi dan dimana saja sampai [nafas] terakhir mereka. Adakah yang tahu bagaimana caranya mengambil kuasa kasih dari orang-orang Kristen bodoh ini? Adakah yang tahu cara untuk membuka tangan melepaskan Kristus mereka? (Wurmbrand, ibid., hal. 55-60).
Pastor Wurmbrand juga berkata,
Penjara-penjara China adalah benar-benar neraka: kotor, lembab, dingin dan penuh serangga. Diakui bahwa ada empat puluh ribu orang Protestan ada di penjara itu hari ini [tahun 1970]. (ibid. hal. 61).
Pastor Wurmbrand lalu berkata,
Melalui salib-Nya Yesus menebus umat manusia. Demi membawa jiwa-jiwa kepada keselamatan yang dibuat mungkin oleh sang Penebus, yang lain harus siap memikul salib. Saudara-saudara dan saudari-saudari China kita ketika menanggung penderitaan ketika hidung mereka ditinju, balok-balok kayu diletakkan di antara tulang siku dan menekannya dengan ketat, beberapa disetrum listrik dan bahkan disalibkan, mereka berbagi penderitaan Yesus… Banyak misionaris yang telah mati di China pada masa pemberontakan Boxer dan banyak yang menjadi martyr pada zaman Komunis [khususnya pada masa “Revolusi Budaya,” namun terus terjadi sampai hari ini] yang sekrang menjadi orang-orang kudus yang dimuliakan di Sorga. [Orang-orang Kristen China yang tersiksa bagi Kristus ini] memanggil kita untuk mengikuti teladan mereka (Wurmbrand, ibid., hal. 61, 62, 64).
Penyiksaan dan pemenjaraan orang-orang Kristen di China tidak berakhir dengan berakhirnya “Revolusi Budaya” atau kematian Mao Tse Tung. Seperti telah saya tunjukkan pada khotbah saya di kebaktian pagi tadi (“China – They Shall Come From the East!” atau “China – Mereka akan Datang dari Timur!”, 10 Agustus 2008) penganiayaan terus berlanjut sampai tahun ini (2008), menjelang Olympiade di Beijing, yang mulai pada 8 Agustus 2008. Melalui penderitaan mereka, orang-orang Kristen yang setia di China kini mengalahkan kuasa kejahatan. Seperti Pastor Charles Lyons katakan,
Kekristenan sedang meledak di China. Jumlah orang-orang percaya di China diperkirakan terbentang antara 40 juta sampai 130 juta… Christianity Today berkata bahwa para ahli demografi/kependudukan memperkirakan rata-rata [ribuan] orang China bertobat menjadi Kristen setiap tahunnya. Ini berarti merupakan pertumbuhan agama tercepat di negara itu dan telah melewati populasi Partai Komunis yang sekitar 70 juta jiwa (Charles Lyons, Baptist Bible Tribune, July/August 2008, hal. 21).
Iman Kristen tersebar di Romawi kuno melalui penginjilan setia dari para martyr mula-mula. Persis seperti yang terjadi hari ini di Beijing dan seluruh China. Tentang mereka dapat dikatakan, seperti orang-orang Kristen mula-mula di Roma,
“Aku mengucap syukur kepada Allahku oleh Yesus Kristus atas kamu sekalian, sebab telah tersiar kabar tentang imanmu di seluruh dunia” (Roma 1:8).
Walaupun Anda dan saya tinggal di Los Angeles, di mana jika dibandingkan mudah untuk menjadi orang Kristen, marilah kita mengikuti teladan mereka dan menghidupi kehidupan kita untuk memberitakan Injil bagi Yesus Kristus. Ia telah menderita dan mati di kayu Salib untuk menebus kita. Ia bangkit dari antara orang mati untuk memberikan hidup kepada kita. Jika Anda belum diselamatkan, datanglah kepada Dia dan darah-Nya akan menyucikan seluruh dosa Anda. Kemudian hiduplah bagi Dia! Bawalah orang lain untuk mendengar Injil Kristus dan diselamatkan! Mari kita berdiri dan menyanyikan lagu terakhir dalam lembaran pujian kita.
Berikan kami semboyan pada saat ini, kata yang menggentarkan, kata yang penuh kuasa,
Seruan perang, semangat membara untuk menyerukan menang atau mati.
Kata tuk bangunkan gereja dari ketertiduran, Tuk penuhi amanat Tuhan
Panggilan yang diberikan, bangunlah, semboyan kami adalah, Beritakan Injil!
Sukacita malaikat bergema s’karang, Seluruh bumi memuji, dalam nama Yesus;
Kata ini bergema sampai ke langit: Beritakan Injil! Beritakan Injil!
Manusia yang sekarat, umat yang telah jatuh, Buatlah mereka mengenal anugerah Injil;
Dunia yang sekarang ada dalam kegelapan, Beritakan Injil! Beritakan Injil!
(“Evangelize! Evangelize!” by Dr. Oswald J. Smith, 1889-1986;
to the tune of “And Can It Be?” by Charles Wesley, 1707-1788).
(AKHIR KHOTBAH)
Anda dapat membaca khotbah-khotbah Dr. Hymers setiap minggu di Internet
di www.realconversion.com. Click on “Sermon Manuscripts.”
Diterjemahkan oleh: Dr. Eddy Peter Purwanto @ www.sttip.com
Pembacaan Alkitab Sebelum Khotbah oleh Dr. Kreighton L. Chan: Roma 1:1-8.
Pujian Solo Sebelum Khotbah oleh Mr. Benjamin Kincaid Griffith:
“I’d Rather Have Jesus” (words by Rhea F. Miller, 1922;
music composed by George Beverly Shea, 1909 - ).