Tujuan dari situs ini adalah untuk menyediakan manuskrip dan video khotbah gratis kepada para pendeta dan misionaris di seluruh dunia, terutama Dunia Ketiga, di mana hanya ada sedikit sekolah seminari teologi atau sekolah Alkitab.
Naskah-naskah khotbah dan video ini diakses oleh sekitar 1,500,000 komputer di lebih dari 221 negara setiap tahunnya di www.sermonsfortheworld.com. Ratusan orang lainnya menyaksikan video di YouTube, tetapi mereka akan segera meninggalkan YouTube dan mengunjungi langsung ke website kami. Naskah-naskah khotbah ini disajikan dalam 46 bahasa kepada sekitar 120,000 komputer setiap bulannya. Naskah-naskah khotbah tidak dilindungi hak cipta. Jadi para pengkhotbah boleh menggunakannya tanpa seijin kami. Silahkan klik di sini untuk mengetahui bagaimana Anda dapat memberikan donasi setiap bulan untuk membantu kami dalam pekerjaan besar pemberitaan Injil ke seluruh dunia ini.
Kapanpun Anda menulis pesan untuk Dr. Hymers, selalu sebutkan kepada beliau negara di mana Anda tinggal. Surel Dr. Hymers adalah rlhymersjr@sbcglobal.net.
.
LAKUKANLAH “FOLLOW UP” YANG PERTAMA! (LET’S DO THE “FOLLOW UP” FIRST!) Oleh: Dr. R. L. Hymers, Jr. |
Khotbah ini dikhotbahkan di Kebaktian Sabtu Malam, 17 Maret 2007 “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus” (Matius 28:19). |
“Jadikanlah semua bangsa murid” [atau dalam KJV – “Teach all nations”] secara literal berarti “muridkan” semua bangsa. Kata kerja utama dalam teks Yunani adalah “matheteuo,” yang berarti “menjadikan murid.” Ini adalah kata kerja imperative. Kata kerja lainnya adalah “baptislah,” yang adalah kata kerja bantu. Jadi pemuridan dilakukan sebelum pembaptisan. Ya, kita memang diminta untuk mengajar mereka sebelum membaptis (ayat 20), namun ini jelas bahwa mereka dijadikan murid dulu sebelum mereka dibaptis (ayat 19). Saya takut bahwa pada hari ini kita sering meletakkan pedati di depan kuda!
Perhatikan bahwa “jadikan murid” diikuti dengan “baptislah.” Itu menunjukkan dua hal. Pertama, itu menunjukkan bahwa “pemuridan” hal utama yang harus diterima oleh orang-orang yang telah diselamatkan, bukan mengajar orang-orang yang masih terhilang tentang bagaimana “menghidupi kehidupan Kristen,” atau bukan “menjadikan murid” sebelum pembaptisan, dan tidak menekankan kata “menjadikan murid” sebagai kata kerja utama. Dr. Henry M. Morris menekankan ini ketika ia berkata, “’Pergilah’ sesungguhnya harus dibaca ‘kemana saja engkau pergi’… Ia sedang berkata bahwa kemana saja mereka pergi, mereka pergi untuk menjadikan murid, kemudian membaptis mereka…” (Henry M. Morris, Ph.D., The Defender’s Study Bible, World Publishing, 1995, hal. 1055, note on Matthew 28:19, cetak miring penegasan saya). Seperti Dr. John Gill menegaskan, “Setelah diajar, dan dijadikan murid melalui pengajaran. Perintah Kristus adalah baptisan: selamkan mereka” (John Gill, D.D., An Exposition of the New Testament, The Baptist Standard Bearer, 1989 reprint, volume I, hal 376). Catat bahwa Dr. Morris dan Dr. Gill keduanya berkata bahwa menjadikan murid dilakukan sebelum membaptisakan mereka. Dr. John R. Rice menegaskan itu ketika ia berkata, “Kata “teach” [KJV] dalam ayat 19 secara literal berarti “menjadikan murid,” membuat orang-orang itu diselamatkan. Kedua, para petobat baru itu dibaptis” (John R. Rice, D.D., The King of the Jews, Sword of the Lord, 1980, hal. 502). Jadi, Dr. Rice percaya bahwa seseorang harus dimuridkan, harus dipertobatkan, sebelum dibaptis. Saya takut bahwa pada hari ini kita sering meletakkan pedati di depan kuda!
Dalam Kisah Rasul 5:42 kita diberitahu bahwa para Rasul “melanjutkan pengajaran dan memberitakan Injil tentang Yesus yang adalah Mesias.” Dan ayat berikutnya berkata, “jumlah murid makin bertambah” (Kisah Rasul 6:1). Bagaimana mereka menjadi murid? Melalui mendengar para Rasul “mengajar dan memberitakan Injil Yesus Kristus.” Melalui observasi ini dalam Kitab Kisah Rasul kita melihat bahwa “jadikan segala bangsa murid” mengacu kepada mengajar dan memberitakan Yesus Kristus (Kisah Rasul 5:42; 6:1). Penginjilan yang benar menghasilkan murid yang kemudian dibaptis.
Jika orang-orang itu belum dipertobatkan kepada Kristus, sejumlah “pengajaran menjadi orang-orang Kristen” tidak akan berguna bagi mereka. Dr. A. W. Tozer suatu kali berkata,
Sahabatku, apa yang kita perlukan bukanlah banyak pengajaran; kita telah diajar sampai mati. Di mana di dunia ini ada pengajaran Alkitab yang lebih fundamental…? Namun, oh, betapa lemahnya kita sebagai mahkluk ciptaan! Betapa kita adalah orang-orang yang tidak memiliki sukacita! (A. W. Tozer, Man the Dwelling Place of God, Christian Publications, 1966, hal. 105-106).
Dr. Tozer memberikan alasan untuk ini dengan cara lain dalam khotbahnya,
Adalah mungkin bagi orang-orang untuk memiliki beberapa pengalaman religius yang bersifat lahiriah yang mengimunisasi mereka kepada kelahiran kembali. Karena mereka berpikir bahwa mereka telah lahir baru, itu meletakkan mereka di mana mereka tidak akan pernah dilahirkan kembali. (A. W. Tozer, Faith Beyond Reason, Christian Publications, 1989, hal. 106).
Saya cenderung setuju dengan dia. Jadi saya ulangi, jika orang-orang itu belum dipertobatkan kepada Kristus, sejumlah “pengajaran menjadi orang-orang Kristen” tidak akan berguna bagi mereka.
Beberapa tahun yang lalu ada sebuah gereja yang mana gembalanya menekankan “pelajaran menjadi orang-orang Kristen” (“training the Christians”). Ia secara terus menerus menekankan itu dalam khotbah-khotbahnya, menurunkan nilai bahkan meremehkan khotbah penginjilan. Salah satu dari anggota gerejanya yang telah menghadiri gerejanya selama lebih dari dua puluh lima tahun, pernah ditanya oleh seorang teman, “Bagaimana seseorang diselamatkan?” Ia menjawab, “Dengan mengakui dosa-dosa Anda dan mengambil bagian dalam Perjamuan Tuhan.” Jadi, itu jelas bahwa ia tidak memiliki ide yang lebih baik tentang bagaimana diselamatkan dari pada Roma Katolik!
Kita telah berulangkali menemui kepercayaan-kepercayaan yang aneh seperti itu diantara orang-orang yang menghadiri gereja-gereja yang memiliki penekanan utamanya adalah “pelajaran menjadi orang-orang Kristen.” Ini nampak bagi saya bahwa ini terjadi karena “jadikan semua bangsa murid” dalam Amanat Agung salah dimengerti, pemikiran seperti memberikan “pelajaran menjadi orang Kristen” dari pada menginjili yang masih terhilang. Yang benar adalah bahwa “pemuridan” di sini terutama menjadikan orang-orang itu untuk bertobat.
Hal kedua yang kita pelajari dalam Matius 28:19 adalah bahwa orang-orang itu dibaptis setelah mereka menjadi murid, bukan sebaliknya.
“Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka…” (Matius 28:19).
Baptisan adalah ordinansi gereja lokal. Ini adalah keistimewaan orang Baptis, dan satu-satunya yang baik. Para petobat “ditambahkan kepada jemaat” melalui baptisan (band. Kisah Rasul 2:41, 47). Poin ini adalah – bahwa Amanat Agung dalam Matius 28:19-20 diberikan kepada jemaat lokal.
Itu telah dikacaukan oleh penginjilan ekumene dalam seratus tahun belakangan ini. Sebagai hasilnya, kita telah melihat dikotomi antara penginjilan dan menghadiri kebaktian di gereja. Itulah sebabnya mengapa kita “melakukan penginjilan” dan kemudian “memberikan follow up,” walaupun keduanya adalah hal yang berbeda. Ada perbedaan pemikiran pada hari ini. Kita cenderung berpikir bahwa ada perbedaan antara “penginjilan” dan “follow up.” Bukankah itu apa yang pernah kita ajarkan?
Namun setahu saya ide tentang “follow up” tidak ditemukan di dalam Perjanjian Baru. Ini nampak bagi saya bahwa ini adalah penemuan abad modern, yang datang dari para penginjil ekumenikal dari akhir abad sembilan belas dan dua puluh. Ini bukan ide dari orang Baptis. Ini bukan ide dari pemikiran yang berpusat pada gereja lokal.
Apa yang saya maksudkan dengan itu? Saya sedang menjelaskan bahwa ide ini dipopulerkan oleh para penginjil ekumenikal, bahwa kita harus memimpin orang-orang untuk “mengambil keputusan” dengan segera, dan kemudian “follow up” mereka, cobalah bawa mereka untuk datang ke gereja dan menjadi anggota gereja yang solid di waktu-waktu selanjutnya.
Banyak dari kita yang tahu sebelumnya bahwa metode ini pada umumnya tidak menghasilkan buah. Alasan untuk kegagalan ini sangatlah sederhana – itu bukan yang diajarkan oleh Alkitab! Pada masa Perjanjian Baru,
“Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan” (Kisah Rasul 2:47).
Mereka ditambahkan kepada gereja lokal ketika mereka diselamatkan – bukan setelah melalui “follow up.” Itulah sebabnya mengapa Matius 28:19 menjelaskan kepada kita untuk memuridkan orang-orang itu sebelum mereka dibaptiskan!
Fakta bahwa mereka membaptiskan orang-orang yang telah menjadi murid menunjukkan seluruh proses penginjilan berpusat pada gereja lokal, bukan dibagi menjadi dua hal, seperti para penginjil non Baptis abad modern pernah ajarkan. Metode mereka pada umumnya gagal. Itu akan menjadi lebih sulit untuk mendapatkan orang untuk melakukan “follow up” ketika mereka melihat buahnya begitu sedikit.
Saudaraku, marilah kita memikirkan kembali Matius 28:19. Jika kita mau memikirkan kembali, saya percaya kita akan melihat bahwa “follow up” seharusnya dilakukan pertama, bukan sebagai usaha terpisah atau yang kedua, namun sebagai permulaan dari penginjilan. Bukankah itu apa yang Yesus bicarakan ketika Ia berkata,
“Pergilah ke semua jalan dan lintasan dan paksalah orang-orang, yang ada di situ, masuk, karena rumahku harus penuh” (Lukas 14:23)?
Pertama, kita memaksa mereka untuk masuk, dan kemudian mereka “menikmati jamuan[Nya]” (Lukas 14:24). Tidak ada cara yang lain! Pertama, kita memuridkan mereka, dan kemudian kita membaptis mereka (Matius 28:19). Tidak ada cara lain!
(AKHIR KHOTBAH)
Anda dapat membaca khobah-khotbah Dr. Hymers setiap minggu di Internet
di www.realconversion.com. Klik on "Sermon Manuscripts."
Diterjemahkan oleh: Dr. Eddy Peter Purwanto @
http://www.sttip.com